Banda Aceh – Fraksi Partai Gerindra DPRK Banda Aceh menyampaikan catatan dan pandangannya terhadap rancangan qanun inisiatif dewan tahun 2021. Pandangan ini disampaikan oleh Sekretaris Fraksi Gerindra DPRK Banda Aceh, Teuku Arief Khalifah, dalam sidang paripurna internal dewan, Selasa (30/3/2021).
Arief mengatakan, Fraksi Gerindra memberikan catatan terkait Rancangan Qanun Penyelenggaraan Perpustakaan, soal rendahnya minat baca tidak hanya terjadi di Banda Aceh saja, tetapi merata di semua daerah. Di samping itu, kemajuan teknologi informasi yang sangat cepat turut menggerus bahan bacaan fisik, membuat masyarakat lebih memilih bacaan digital yang selalu up to date.
“Untuk itu, Pemerintah Kota Banda Aceh selain menyediakan perpustakaan sebagaimana yang disebutkan dalam qanun, baik di tingkat kecamatan maupun desa hingga perpustakaan masyarakat, juga harus menyediakan akses internet yang cepat agar masyarakat mudah dalam mengakses bahan bacaan digital,” katanya.
Politisi Partai Gerindra ini mengatakan, terkait Raqan Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Swalayan, Fraksi Gerindra mendukung pendirian toko dan swalayan atau pasar modern yang berpedoman pada Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Qanun Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Daerah (RDTRWD) dan Peraturan Zonasi (PZ), serta mendukung pula keberadaan pasar-pasar rakyat yang telah bepedoman pada qanun tersebut.
Terkait Raqan Penyelenggaraan Reklame, Fraksi Gerindra menyampaikan, qanun tersebut tidak terlepas dari tujuan pengaturan tentang tata letak dan perizinan reklame. Hal tersebut dilakukan agar berjalan sesuai koridor peraturan perundang-undangan dan kepentingan masyarakat.
“Hasil tinjauan kami menunjukkan bahwa penegakan hukum peraturan daerah tata letak reklame di Kota Banda Aceh saat ini belum efektif, meskipun pengenaan sanksi baik secara administratif maupun pidana belum dilaksanakan optimal,” ungkapnya.
Sementara terkait wisata halal kata Arief, yang menjadi tantangan dalam pengembangannya di Kota Banda Aceh dan harus diperhatikan salah satunya ialah masih ada anggapan bahwa wisata halal bukan pangsa pasar yang besar sehingga upaya meningkatkan wisata halal ini belum maksimal.
“Kami berharap dalam qanun yang mengatur wisata halal ini agar segera dibuatkan standar peraturan hotel, spa, sauna dan pijat, objek wisata, serta biro perjalanan berdasarkan DSN-MUI,” katanya.
Sementara terkait Raqan Pelestarian Warisan Budaya Takbenda, Arief menyampaikan, keanekaragaman kebudayaan takbenda di Kota Banda Aceh perlu mendapatkan perlindungan baik di tingkat nasional maupun internasional.
“Perlindungan kebudayaan takbenda perlu dilakukan untuk mengetahui kekayaan budaya yang ada dan kondisinya saat ini terutama untuk mencegah pengakuan dari pihak lain,” pungkasnya.[]