Banda Aceh – Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh bersama Pemerintah Melakukan penandatanganan berita acara nota kesepatan (MoU) Melakukan penandatanganan berita acara nota kesepakatan (MoU) RKUA-PPAS APBK Banda Aceh Tahun Anggaran 2026.
Penandatanganan tersebut dilakukan dalam Rapat Paripurna dewan yang berlangsung di Lantai 4 Ruang Rapat Utama Gedung DPRK Banda Aceh pada Kamis sore (14/08/2025).
Rapat yang dimulai Pukul 17.00 WIB ini dipimpin lansung Ketua DPRK Irwansyah ST, yang turut didampingi Wakil Ketua I Daniel Abdul Wahab, Wakil Ketua II Dr Musriadi. Dari legislatif dihadiri Walikota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal dan Wakil Walikota Afdhal Khalilullah, Forkopimda beserta jajaran pemerintah Kota Banda Aceh.
Dalam sambutannya Ketua DPRK Banda Aceh Irwansyah ST mengatakan Kebijakan Umum Anggaran Dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara APBK Banda Aceh Tahun Anggaran 2026 merupakan dokumen yang nantinya akan menjadi pedoman atau acuan untuk penyusunan anggaran bagi masing-masing dinas, badan dan kantor, serta jajaran SKPK Banda Aceh lainnya.
Menurutnya untuk memenuhi aspek legalitas dari dokumen tersebut, maka perlu dilakukan penandatanganan bersama nota kesepakatan antara pemerintah kota banda aceh (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat Kota Banda Aceh (legislatif).
“KUA–PPAS yang kita sepakati ini tentu saja masih harus kita kawal. Tantangan ke depan tidak ringan: mulai dari menjaga ketahanan fiskal daerah, memastikan program pro-rakyat berjalan, hingga menghadapi dinamika ekonomi global yang bisa berdampak langsung pada kehidupan warga kota,” kata Irwansyah.
Pada kesempatan itu Ketua DPRK Banda Aceh juga menyampaikan ucapan selamat atas Dirgahayu Republik Indonesia Ke 80 dan 20 Tahun Aceh berdamai. Ia menyerukan isi perdamaian dan kemerdekaan dengan etos kerja tinggi. Menurutnya dua peristiwa sejarah ini bukan peristiwa biasa, melainkan refleksi dari perjalanan panjang bangsa dan daerah kita dalam menempuh jalan perjuangan dan perdamaian.
Menurutnya kemerdekaan adalah anugerah yang lahir dari pengorbanan tanpa pamrih para pendahulu kita. Mereka menukarkan kenyamanan hidup dengan derita perjuangan, menukar ketenangan dengan medan pertempuran, demi satu cita yang luhur: menghadirkan sebuah negeri yang berdaulat dan bermartabat.
Sementara itu, damai Aceh adalah buah dari keberanian kita untuk memilih masa depan daripada masa lalu, untuk memilih harapan daripada dendam, dan untuk membangun harmoni di atas puing-puing perbedaan. Damai yang kita nikmati hari ini adalah hasil dari kebijaksanaan kolektif, keteguhan hati, dan kepercayaan bahwa hidup tanpa konflik adalah hak asasi setiap manusia.
”Dua momentum ini mengajarkan kepada kita sebuah pelajaran agung: bahwa kemerdekaan tanpa perdamaian adalah rapuh, dan perdamaian tanpa kemerdekaan adalah hampa. Maka, tugas kita kini adalah mengawal keduanya, memelihara kemerdekaan dengan etos kerja dan integritas, serta merawat perdamaian dengan keadilan dan persatuan,” tuturnnya.[]