Banda Aceh – Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK ) Banda Aceh Zidan Al Hafidh Terhadap Raqan RPJM Kota Banda Aceh 2025-2029, Jumat (18/07/2025).
Zidan menjelaskan RPJM harus memuat Prioritas pembangunan daerah yang jelas dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Prioritas pembangunan ini harus mempertimbangkan keterbatasan sumber daya yang tersedia. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis yang mendalam untuk menentukan prioritas pembangunan yang tepat.
“Strategi dan kebijakan pembangunan daerah harus jelas dan efektif. Strategi dan kebijakan ini harus mempertimbangkan keterbatasan sumber daya yang tersedia. Selain itu, strategi dan kebijakan juga harus dapat diimplementasikan dengan baik dan efektif,” kata Zidan
Promosi wisata Kota Banda Aceh juga masih belum maksimal karena tidak adanya event tahunan yang menjadi ciri khas Kota Banda Aceh. Event tahunan dengan skala besar akan dapat mendorong peningkatan kunjungan wisatawan untuk datang ke Banda Aceh. Meningkatnya kunjungan wisatawan akan menstimulasi sektor-sektor ekonomi kota. Disamping itu, Kota Banda Aceh juga belum memiliki keunikan yang melekat pada karakter kota.
Hal ini menyebabkan kurangnya daya saing dan daya tarik Kota Banda Aceh sebagai destinasi wisata. Pengelolaan dan perlindungan terhadap beberapa objek wisata potensial di Kota Banda Aceh masih kurang, sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan pada objek wisata. Partisipasi masyarakat lokal dalam menjaga dan melestarikan objek wisata juga perlu ditingkatkan.
Implementasi dan evaluasi pembangunan daerah harus efektif dan efisien. Implementasi harus dilakukan dengan baik dan sesuai dengan rencana. Evaluasi harus dilakukan secara berkala untuk memantau kemajuan dan mengidentifikasi masalah.
Ketidakmerataan penyebaran guru berprestasi dan berkompetensi di setiap sekolah di Kota Banda Aceh tidak hanya berdampak pada kesenjangan mutu pembelajaran, tetapi juga berdampak langsung pada belum optimalnya layanan pendidikan inklusif. Guru yang memiliki kompetensi khusus dalam menangani siswa berkebutuhan khusus masih sangat terbatas, dan tidak tersebar merata di semua satuan pendidikan.
Pada tahun 2023, terdapat 45 SD inklusi di Kota Banda Aceh namun hanya terdapat 1 guru inklusi. Sedangkan pada tingkat pendidikan menengah, terdapat 11 unit SMP inklusi dengan 9 guru inklusi. Hal ini menunjukkan bahwa layanan pendidikan yang inklusif belum optimal.
Dayah sebagai satuan pendidikan yang berbasis keagamaan di Kota Banda Aceh yang masih belum mandiri. Mereka masih bergantung pada bantuan pemerintah atau donatur, sehingga kapasitas mereka untuk mengembangkan kurikulum, meningkatkan kualitas tenaga pendidik, serta memperluas sarana dan prasarana pembelajaran menjadi terbatas. Ketergantungan ini berpotensi menghambat upaya pemberdayaan dayah sebagai pusat pendidikan Islam yang mandiri dan berdaya saing
Prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan di Kota Banda Aceh menunjukkan fluktuasi dari tahun 2020 hingga 2024. Tahun 2020 tercatat sebesar 5,00%, turun tajam di 2021 menjadi 2,75%, lalu meningkat signifikan pada 2022 menjadi 6,29%, dan sedikit menurun di 2023 ke 5,47%. Penurunan 2021 mencerminkan perbaikan konsumsi pangan, namun lonjakan 2022 menunjukkan tantangan baru dalam ketahanan pangan. Tahun 2024 angka PoU meningkat signifikan menjadi 6,69% ini disebabkan oleh Peningkatan pengeluaran per kapita untuk kebutuhan selain makanan, pertumbuhan penduduk yang tinggi sehingga dapat meningkatkan permintaan pangan sementara ketersediaan lahan untuk produksi pangan terbatas dan konsumsi pangan yang tidak beragam dan seimbang, serta keamanan pangan.
“Fluktuasi ini menandakan perlunya upaya berkelanjutan untuk menjaga dan meningkatkan ketahanan pangan masyarakat. Fraksi Partai Amanat Nasional mempertanyakan, apa langkah strategis Pemerintah Kota Banda Aceh dalam menangani masalah pangan, mengingat Pemerintah Pusat sangat konsen dalam pemenuhan kebutuhan energi dengan Program Makan Bergizi Gratis (MBG), terutama Pemerintah Kota Banda Aceh dapat memanfaatkan potensi sumber daya yang ada di Kota Banda Aceh,” kata Zidan
Ia juga menyampaikan Sistem dan kualitas pelayanan kesehatan di Kota Banda Aceh masih belum optimal, kondisi ini terlihat dari berbagai permasalahan yang masih ditemukan dalam pelayanan kesehatan. Permasalahan tersebut disebabkan oleh sistem pelayanan informasi kesehatan yang belum terintegrasi secara komprehensif. Sarana dan prasarana kesehatan belum sepenuhnya memenuhi standar, serta rendahnya pola hidup sehat di masyarakat.[]