BANDA ACEH – Enam fraksi di DPRK Banda Aceh menyampaikan pandangan terhadap Rancangan Qanun (Raqan) Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (Rpjm) Kota Banda Aceh Tahun 2025-2029.
Penyampaian pandangan dilakukan dalam sidang paripurna di gedung DPRK setempat, Jumat (17/7/2025).
Sidang Paripurna itu dihadiri oleh Ketua DPRK Banda Aceh, Irwansyah ST, didampingi Wakil Ketua I, Daniel Abdul Wahab S.Pd dan Wakil Ketua II, Dr Musriadi Aswad S.Pd, M.Pd. Serta Wakil Wali Kota Banda Aceh, Afdhal Khalilullah Mukhlis.
Raqan ini disusun untuk menjabarkan visi dan misi Pasangan Walikota dan Wakil Walikota Banda Aceh Illiza Saaduddin Djamal-Afdhal Khalilullah dalam membangun Kota Banda Aceh.
Dalam pandanganya, Fraksi di DPRK Banda Aceh menekankan agar penyusunan Raqan RPJM itu dapat mengakomodir sejumlah persoalan krusial di Banda Aceh. Sehingga dapat memberikan dampak kepada warga kota.
Fraksi PKS dalam pandangannya yang dibacakan oleh Tuanku Muhammad menyampaikan, penganggaran pembangunan di setiap OPD harus realistis dan sesuai dengan prioritas pembangunan. Penganggaran ini harus mempertimbangkan sumber daya yang tersedia dan harus dapat diimplementasikan dengan baik. Juga harus ada pemeraatan dan berkeadilan sesuai dengan target program dan pembangunan yang ingin di Kota Banda Aceh umtuk 5 tahun mendatang.
Kata politisi muda ini, RPJM Kota Banda Aceh harus selaras dengan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional), RPJM Provinsi Aceh dan dokumen perencanaan lainnya. Guna memastikan bahwa pembangunan Kota Banda Aceh sejalan dengan pembangunan nasional dan Provinsi Aceh.
Sementara Fraksi PAN dalam pandanganya yang dibacakan oleh Zidan Al Hafidh menyampaikan, bahwa saat ini promosi wisata Kota Banda Aceh juga masih belum maksimal karena tidak adanya event tahunan yang menjadi ciri khas Kota Banda Aceh. Event tahunan dengan skala besar akan dapat mendorong peningkatan kunjungan wisatawan untuk datang ke Banda Aceh.
Katanya, meningkatnya kunjungan wisatawan akan menstimulasi sektor-sektor ekonomi kota. Disamping itu, Kota Banda Aceh juga belum memiliki keunikan yang melekat pada karakter kota. Hal ini menyebabkan kurangnya daya saing dan daya tarik Kota Banda Aceh sebagai destinasi wisata. Pengelolaan dan perlindungan terhadap beberapa objek wisata potensial di Kota Banda Aceh masih kurang, sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan pada objek wisata.
Fraksi PAN juga menyoroti tentang AIDS/HIV. Katanya, kasus HIV di Kota Banda Aceh menunjukkan peningkatan signifikan selama periode 2020 hingga 2024. Pada tahun 2020, hanya terdapat 3 kasus HIV yang dilaporkan, namun angka ini melonjak drastis menjadi 65 kasus pada tahun 2021.
Peningkatan ini berlanjut pada tahun 2022 dengan 69 kasus dan mencapai puncaknya pada tahun 2024 dengan 130 kasus. Namun Demikian, peningkatan HIV ini mengindikasikan adanya penyebaran infeksi HIV yang cepat di Kota Banda Aceh. Sementara itu, kasus AIDS di Kota Banda Aceh juga mengalami peningkatan, meskipun tidak sebesar peningkatan kasus HIV. Pada tahun 2020, terdapat 2 kasus AIDS, yang meningkat menjadi 19 kasus pada tahun 2021.
“Grand design dan road map apa sudah dilakukan terhadap pencegahan yang lebih mintensif untuk mengurangi infeksi HIV baru dan menekan perkembangan HIV menjadi AIDS,” ujar Zidan mempertanyakan.
Lalu Fraksi Demokrat dalam pandangan yang dibacakan Tgk Januar Hasan mengusulkan agar Pemerintah Kota Banda Aceh secara konsisten mengintegrasikan hasil Musrenbang Gampong sebagai bagian yang inheren dalam penyusunan RPJM.
“Hal ini tidak hanya akan meningkatkan legitimasi dan akuntabilitas perencanaan pembangunan, tetapi juga memperkuat konektivitas antara pembangunan skala mikro di tingkat Gampong dengan arah pembangunan makro kota secara keseluruhan,” ujarnya.
Fraksi Nasdem dalam pandangan umum yang dibacakan T Iqbal Johan menekankan agar semangat kolaborasi harus diwujudkan secara nyata, bukan hanya retoris.
“Sebagai partai yang mengusung semangat Restorasi dan Perubahan, Fraksi NasDem mendukung penuh pendekatan kolaboratif,” ujarnya.
Namun, Fraksi Nasdem mengingatkan, kolaborasi sejati hanya bisa terjadi melalui kemitraan nyata antara pemerintah dengan masyarakat sipil, perguruan tinggi, dunia usaha, dan tokoh masyarakat, pembukaan ruang partisipasi dalam proses pengambilan keputusan publik.
Sementara Mehran Gara yang membacakan pandangan umum Fraksi Gerindra menyampaikan, Fraksi Partai Gerindra berharap dalam penyusunan raqan ini telah diinventarisir semua permasalahan-per masalahan yang saat ini masih terjadi di Kota Banda Aceh.
“Mencakup permasalahan kemiskinan, pengangguran, kenakalan remaja, persoalan sampah, pendistribusian air bersih, perparkiran, syariat islam, pendidikan, kesehatan, pengelolaan asset, optimalisasi pad, pelayanan masyarakat dan berbagai persoalan infrastruktur pembangunan yang hingga kini dirasakan masih belum optimal,” ujar Mehran.
Sehingga, lanjutnya, Qanun RPJM ini bisa menjadi acuan dalam penyusunan perencanaan oleh seluruh opd yang dituangkan dalam rkpd terprogram dengan tepat guna mengatasi semua permasalahan, hingga kemajuan Kota Banda Aceh dapat terwujud dalam upaya mencapai tujuan utama dalam pembangunan yaitu tercapainya kesejahteraan masyarakat.
Terakhir, Fraksi Golkar – PKB – PPP dalam pandangannya yang dibacakan oleh Muhammad Iqbal menyampaikan, untuk pembangunan perkotaan yang merata dan berkeadilan perlu diwujudkan dengan pembangunan infrastruktur yang difokuskan untuk peningkatan jalan kota menuju kondisi sangat baik, pemanfaatan energi baru dan terbarukan serta ramah lingkungan, percepatan pembangunan dan integrasi transportasi, melanjutkan peningkatan ekonomi, penuntasan pemenuhan pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar.
Kemudian, katanya, harus ada pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi kota di seluruh kecamatan, kelanjutan penyediaan perumahan yang layak, sanitasi dan air minum serta penyediaan infrastruktur sumber daya air. “Terutama pelestarian dan mendukung produktivitas perikanan termasuk penyediaan air bersih, serta minfrastruktur untuk pengendalian banjir,” papar Iqbal.[]