Banda Aceh–Ketua Fraksi Partai Nasdem Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, Daniel Abdul Wahab, ikut menanggapi Surat Edaran (SE) Nomor 451/11286 yang dikeluarkan Penjabat Gubernur Aceh Achmad Marzuki beberapa waktu lalu.
Pada prinsipnya Daniel Abdul Wahab menyambut baik adanya surat edaran tersebut. Menurutnya, SE tersebut memuat 20 poin penting yang akan diterapkan di seluruh Aceh.
Beberapa poin di antaranya, yaitu pembatasan jam operasional warung kopi, larangan berduaan dengan bukan muhrim di kendaraan, pengawasan terhadap konten media massa, seruan salat berjamaah lima waktu, dan penguatan dakwah di perbatasan. Seruan-seruan itu menurutnya sesuatu yang positif.
Namun kata Daniel, perlu dicermati bersama bahwa ada ketentuan khusus yang mestinya diatur melalui kajian tertentu. Karena itu dia berharap jangan sampai SE yang telah dikeluarkan tersebut malah menimbulkan dampak kurang baik bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat Aceh.
“Khususnya di Kota Banda Aceh yang sedang berupaya untuk pulih pasca Covid-19,” kata Daniel Abdul Wahab, Selasa (22/08/2023).
Menanggapi hal ini Daniel mengusulkan agar Pemko Banda Aceh dapat membuat kebijakan tersendiri yang tidak bertentangan dengan SE Pj Gubernur agar implementasi syariat Islam di Kota Banda Aceh terlaksana dengan baik dan pertumbuhan ekonomi semakin stabil.
Dengan demikian, usaha warung kopi dan kuliner dapat buka seperti biasa maka kata dia pemilik usaha perlu memperhatikan segala aktivitas di lokasi warkopnya dan memberikan teguran serta tidak melayani pelanggan apabila ditemukan potensi yang akan menimbulkan pelanggaran syariat Islam.
Pasangan nonmuhrim tidak boleh lagi berdua-duaan di warung kopi pada pukul 12.00 WIB dan tidak melayani konsumen perempuan di atas jam yang telah ditentukan, serta tidak mempekerjakan wanita di atas jam tersebut. Begitu pun dengan anak-anak sekolah yang menghabiskan waktunya hingga larut malam di warung kopi.
“Terkait dengan poin tidak diperbolehkan berduaan di atas kendaraan bagi yang nonmahram, ini perlu kajian lebih teknis bagi angkutan umum/ojek online dan bagi mereka yang sedang dalam kebutuhan mendesak karena ini ibu kota provinsi,” usul Daniel Abdul Wahab.
Daniel menambahkan, pengawasan dapat diberlakukan dengan ketat dan terukur dengan memaksimalkan pengawasan terpadu syariat Islam atau memaksimalkan pengawasan personel Satpol PP dan WH Kota Banda Aceh, serta pihak lainnya di tempat-tempat yang rawan potensi kemaksiatan.
Di samping itu semua instansi wajib mengontrol semua pegawainya terhadap produktivitas kerja dan tepat waktu. Ia juga mengimbau kepada seluruh kepala OPD dan lainnya di lingkungan Pemerintah Kota Banda Aceh untuk tidak menghabiskan waktu di luar hingga larut malam sehingga dapat memengaruhi produktivitas kerja ASN-nya menurun.
Ia juga mendorong orang tua/warga kota untuk senantiasa melakukan pengawasan melekat (waskat) bagi anaknya agar tidak berkeliaran larut malam di warkop. Jika kedapatan, maka Satpol PP dan WH dapat menindak dengan membina sekaligus memanggil orang tua mereka untuk secara bersamaan dibina di Kantor Pol PP dan WH Kota Banda Aceh sebagai efek kejut dan sanksi moral.
Pemilik usaha warkop agar senantiasa menjaga stabilitas implementasi penerapan syariat Islam di Kota Banda Aceh. Jika ketahuan membiarkan pelanggaran syariat Islam, maka perlu diberi sanksi denda bayar pajak atau apabila berulang dengan unsur kesengajaan maka perlu dilakukan tindakan tegas.
“Misalnya dengan mencabut izin usahanya, intinya ada upaya pengawasan khusus dari pemilik warkop seperti tidak melayani lagi pelanggan anak-anak dan wanita yang sudah larut malam nongkrong di warkop, serta mengimbau khusus untuk pulang tinggalkan lokasi,” tuturnya.
Daniel juga mengajak seluruh elemen pemerintahan dan tokoh agama, ulama dan dayah untuk saling menjaga serta sebagai agen kontrol sosial di lingkungan masing-masing. Ia meminta semua pihak untuk meningkatnya kesadaran sosial.
Karena apabila tidak ada kesadaran dari masyarakat, maka tujuan dari adanya surat edaran tersebut untuk menjaga nilai-nilai syariat tidak akan berjalan maksimal. Dia berharap poin ini dapat menjadi pertimbangan Pejabat Wali Kota Banda Aceh.
“Karena sebagai kota pariwisata yang islami, kita perlu membangun kesadaran kolektif agar implementasi syariat Islam berjalan dengan baik. Kami mendorong implementasi syariat Islam bersisian dengan kebangkitan ekonomi dan pertumbuhan pariwisata di Kota Banda Aceh,” sebut Daniel Abdul Wahab.
Dalam menghadapi dinamika yang muncul setelah adanya surat edaran itu, Kota Banda Aceh dihadapkan pada tantangan untuk menjaga harmoni antara implementasi syariat Islam yang berkeadilan dan kebutuhan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
“Maka, sejalan dengan langkah-langkah yang diambil nantinya haruslah didasarkan pada kajian mendalam, dialog terbuka, dan kerja sama yang erat antara berbagai elemen masyarakat,” tutup Daniel Abdul Wahab.[]