Banda Aceh – Badan Legislasi (Banleg) Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh mengusulkan Rancangan Qanun (raqan) tentang Pelestarian Warisan Budaya Takbenda sebagai raqan inisiatif dewan tahun 2021.
Usulan tersebut disampaikan Ketua Banleg DPRK Banda Aceh, Heri Julius, dalam sidang paripurna internal dewan yang berlangung di lantai 4 Ruang Rapat Utama DPRK Banda Aceh, Senin (29/03/2021)
Dalam laporannya Heri Julius menjelaskan, raqan tersebut merupakan kebutuhan untuk menciptakan pelestarian warisan budaya takbenda di Kota Banda Aceh. Qanun ini merupakan turunan dari peraturan yang lebih tinggi baik dari segi kewenangannya maupun dari segi normanya dalam melestarikan warisan budaya tak benda di Kota Banda Aceh.
Oleh karena itu, qanun ini hanya memuat norma berkaitan dengan pelestarian warisan budaya takbenda dalam skala Kota Banda Aceh. Pengusulan rancangan qanun ini secara filosofis untuk mempertahankan dan melestarikan karakter bangsa Indonesia secara umum dan karakter masyarakat Kota Banda Aceh secara khusus.
“Hal ini berdasarkan kajian sosiologis, bahwa terdapatnya warisan budaya takbenda yang terancam eksistensinya sehingga memerlukan pelestarian melalui produk hukum Kota Banda Aceh,” kata Heri Julius.
Secara yuridis kata dia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, Pemerintahan Kota Banda Aceh memiliki dasar hukum untuk melestarikan warisan budaya takbenda yang terdapat di Kota Banda Aceh melalui Qanun Kota Banda Aceh.
Warisan budaya takbenda meliputi segala praktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan serta alat-alat, benda (alamiah), artefak, dan ruang-ruang budaya terkait dengannya yang diakui oleh berbagai komunitas, kelompok, dan dalam hal tertentu perseorangan sebagai bagian warisan budaya mereka.
“Pelestarian warisan budaya takbenda bagi Kota Banda Aceh menjadi suatu hal yang urgen pada masa kini dan masa mendatang. Ketiadaan langkah-langkah pelestarian ini, dapat disebabkan karena ketiadaan Qanun Kota Banda Aceh yang mengatur pelestarian warisan budaya takbenda ini,” tuturnya.[]